Pages

    Sunday, April 11, 2010

    Facebook VS Koprol. Adilkah?


    Ternyata mau tidak mau, Facebook tergelitik juga oleh kehadiran dan kepiawaian Foursquare dan Gowalla. Hal ini dibuktikan dengan akan diadakannya Facebook developer conference (f8) ada 21 April 2010. Topik pembahasannya adalah bahwa Facebook akan meluncurkan fitur yang mirip dengan kedua situs Location-based Social Media ini. Hanya saja, kita memiliki pilihan untuk hanya bisa membagikan informasi kita secara terbatas, yaitu kepada circle of friends kita atau orang-orang yang kita percayai untuk dapat saling menghargai dan tidak pelit informasi.

    Kalau mau kita persempit, Foursquare - yang diasumsikan akan menjadi the next Twitter di tahun 2010 ini - merupakan situs social media yang saat ini sedang naik daun. Menurut saya pribadi, Foursquare memang potensial, tapi masih membutuhkan banyak perkembangan fitur yang menekankan pada sharing activity, karena it is what social media is all about. Per 11 Maret 2010, pengguna Foursquare sudah menembus angka 500.000 member. Sedangkan Gowalla sekitar 100.00o-an lebih. Saya mendapatkan data tersebut dari sini. Kita tidak usah membahas membernya Facebook lah ya :D Populasi Facebook di dunia saja sudah mau menyamai populasi penduduk Amerika Serikat.

    Nah..sekarang kita go local. Mungkin teman-teman masih banyak yang belum familiar dengan situs social media lokal yang satu ini. Namanya adalah Koprol. Fitur-fitur yang ditawarkan sudah cukup OK menurut saya, walau tentu saja pengembangan produk tetap saya nanti-nantikan. Koprol, secara konsep, mirip seperti gabungan antara Twitter dan Foursquare (mungkin Gowalla juga, karena saya tidak 'mainan' Gowalla). Tapi yang Koprol tawarkan memang cenderung lebih mirip ke Foursquare. Jumlah member di Koprol sekarang sudah mencapai +30.000 member, semenjak Juli 2008. Good job, Koprol! ;)

    Dengan informasi bahwa Facebook akan meluncurkan fitur serupa, cukup banyak rekan-rekan blogger atau media online yang membahas tentang terancamnya Koprol, seperti yang saya baca di Citywebindo.com. Saya kurang ingat alamat situs rekan-rekan blogger lainnya yang membahas topik serupa.

    Kalau boleh jujur, menurut saya sedikit kurang adil jika kita membandingkan antara situs multinasional dengan situs lokal. Jelas multinasional yang memiliki potensi lebih besar untuk mendapatkan pengunjung dan/atau member sebanyak-banyaknya. Tapi kasus ini sangat menarik, karena justru dengan posisi Koprol sebagai situs social media lokal, banyak sekali potensi yang dapat dikembangkan dari hanya sekedar situs pertemanan dan information-sharing ini. Locally, of course..

    So? What can Koprol do?
    CONSUMER ENGAGEMENT
    adalah salah satu kata kunci dari saya.

    Online (enhancement)
    Kita juga bisa lihat bahwa makin banyak situs-situs lokal yang sangat berpotensial untuk berkontribusi kepada negaranya sendiri, seperti juale.com, plasa.com, deathrockstar.info, kaskus.us, dan masih banyak situs-situs lokal berjaya lainnya. Dengan membangun relasi kemitraan dengan situs-situs serupa, saya yakin member pun akan merasa dihargai keinginannya dalam mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya dari hanya satu tempat saja. Masing-masing situs memiliki kepentingan, tentunya. Tinggal menemukan jalan tengah dan voila, you are enhancing the market, online-ly.

    Offline (participation)
    Apakah cukup di situ? Wait a minute. Siapa bilang orang-orang yang bertemu secara online tidak juga ingin bertemu di dunia nyata? Banyak sekali orang dipertemukan secara online sekarang ini. Tentu saja kita bicara tentang pertemuan yang baik-baik dan maksud yang baik-baik ya. Hehehe.. Sekedar kenalan, memperluas networking, transaksi penjual-pembeli, dan niat-niat lainnya. Nah! Wadah offline semacam ini juga diperlukan sebagai kegiatan CSR (Corporate Social Responsibility) Koprol. Misalnya: Koprol 3 on 3 Basketball Competition, dimana ada perlakuan khusus bagi member yang bisa membuktikan Koprol membership mereka. Exciting, isn't it?!

    Sebagai penutup dari saya,"Jangan pernah membatasi, apalagi meremehkan kreativitas dan inovasi dari masyarakat kita sendiri dan jangan merasa rendah diri. Dengan memperluas jaringan pertemanan dan wawasan, niscaya kesempatan yang ada pun tidak akan tersia-siakan."

    Friday, April 9, 2010

    Agama Baru: Social Media!


    Agama, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan atau Dewa, dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut.

    Apa agama kalian? Kristen? Katolik? Islam? Hindu? Buddha? Kong Hu Cu?

    ---------------------------------------------------------------------------
    Sebelum saya lanjutkan, santai saja ya bacanya, friends? :D It's nothing serious, tapi sebuah kenyataan yang menggelitik :)
    ---------------------------------------------------------------------------

    Apakah teman-teman tahan untuk tidak cek Facebook, 'curhat' di Twitter/Koprol, dan/atau mengumpulkan poin sebanyak-banyaknya untuk mendapatkan badges di Foursquare 1 kali dalam sehari saja? Kalau memang tahan, selamat! Agama Anda cuma SATU!

    Fenomena situs jejaring sosial di negara kita..wait..seluruh dunia, memang sangat luar biasa. Orang-orang mulai rela untuk tidak terlalu memusingkan bagaimana dan kapan mereka harus merencanakan perkumpulan 'rumpi' untuk bisa curhat atau hanya sekedar meng-update gosip terbaru di kalangan teman-teman terdekat. Akan tetapi, semakin kita belajar menggunakan dan membuka siapa diri kita sebenarnya di FB, Twitter, atau situs jejaring sosial lainnya, bisa saja mengubah perilaku kita.

    Kepercayaan kita terhadap sesama anggota situs jejaring sosial membuat kita makin tergantung dalam berbagi (feel good) dan dibagikan (well-informed) informasi. Secara tidak langsung, kita seolah-olah 'menyembah' FB, Twitter, dan situs jejaring sosial sejenisnya. OK..OK..'menyembah' mungkin sebuah kata yang terlalu kontroversial, but think again, my friends. Aren't you?

    Saya pribadi tidak melihat ada yang salah dengan menggantungkan kebutuhan informasi kita terhadap situs jejaring. Malahan, saya mendukung. Kita memiliki kesempatan untuk memperluas pengetahuan dan pergaulan kita, sejauh tidak menyalahi kebenaran dalam etika berkenalan dan saling menghormati.

    Sedikit mirip dengan agama, di mana agama bisa juga menjadi zen time untuk kita, sebagai sampingan dalam usaha kita mendekatkan diri dengan Sang Maha Pencipta. Secara Anda tidak sadar, mungkin 'curcol' Anda atau kata-kata motivasi yang Anda bagikan dapat berpengaruh bagi seseorang di ujung dunia lain yang kebetulan sedang mencari jawaban dari pergumulannya. Betul khan? Mulai mendekati konsep agama dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang terlepas dari aspek 'Tuhan'-nya? Secara tidak kita sadari, kita pun percaya dan yakin akan informasi yang diberikan di situs jejaring sosial.

    Lalu bagaimana kalau kita dibohongi? Situs jejaring sosial juga membuka peluang bagi pengguna-penggunanya untuk saling memonitor. Dapat dilihat di posting saya mengenai 'It's Me 2.0', bahwa pada saat ada oknum yang secara sengaja memberikan informasi yang bertentangan dengan norma-norma dan nilai-nilai kebenaran, maka secara cyber orang tersebut bisa saja diadili oleh teman-temannya atau pengikut-pengikutnya. Dari situ kita tahu bahwa orang tersebut tidak layak untuk dipercaya dalam hal berbagi informasi.

    See, guys? Ada sistem reward dan ada juga punishment-nya. Situs jejaring sosial menjadi sesuatu yang kita kunjungi setiap hari untuk - tidak hanya berkomunikasi - menenangkan diri (baca: menghibur diri), menebar kasih dengan menyapa teman-teman kita lewat memberikan comment di status-status mereka, dan memuji mereka atas informasi berguna dan menginspirasi, yang mereka berikan kepada kita. Atau..teman-teman punya konsep berbeda soal agama? Atau social media? Bagikanlah dengan teman-teman Anda di sini.

    Heaven or Hell? You choose ;)


    Some Things Don't Change (Technologically)


    Hari ini saya berbincang-bincang dengan teman saya Adityo, Andy, dan Ary. Temanya diawali dengan membahas soal heboh Spamming di BBM (BlackBerry Messenger) yang membuat rekan-rekan saya berteriak-teriak via Twitter. Saya turut berduka cita bagi yang menggunakan BB. Untung saya tidak :P Lalu kami mulai ngelantur ke buku dan iPad.

    Di tengah perkembangan situs-situs yang mempermudah kegiatan saling berbagi di antara netizen ditambah teknologi yang tidak henti-hentinya bertambah canggih, kami melihat banyak sekali hal-hal yang makin mempermudah hidup manusia seperti:
    • BlackBerry (berkomunikasi menjadi lebih mudah dan tanpa batas);
    • Kindle (membaca tanpa membawa dan membolak-balikkan halaman);
    • Android (era kejayaan Application Launcher).
    Lalu lanjut ke iPhone, Handphone Android murah, dll.

    Sampai pada akhirnya kami membahas soal 'Buku VS. iPad/Kindle/Slate/pokoknya teknologi Tablet PC'. Tablet PC memberikan banyak sekali kemudahan dalam berkegiatan online. Kalau dalam hal membaca e-Book, hebatnya Tablet PC adalah:
    1. Bisa menyimpan ber-Giga e-Book, tinggal dalam hitungan klik sudah dapat berganti buku, sesuai dengan minat baca;
    2. Ringkas: tidak harus membawa buku terlalu banyak;
    3. Terlihat lebih keren, daripada hanya membaca buku kuno;
    4. Pembelian e-Book dapat dilakukan dengan sangat mudah dan di mana saja.
    Masih banyak kelebihan-kelebihannya dan WAH! Hidup kelihatannya bisa lebih stylish, simple, dan hemat kertas ya!

    Akan tetapi, teman saya Andy mengingatkan value yang bisa didapatkan lebih dari sebuah buku usang daripada Tablet PC yang super duper ultra mega canggih.
    1. Tablet PC kalau dicolong bisa nangis. Buku? Siapa yang mau nyolong coba?!
    2. Kalau kita lupa suatu teori atau bacaan yang sedang penting untuk tulisan, teori, dan riset kita, hanya dengan melirik ke deretan koleksi buku yang kita punya, bisa ingat lagi lho;
    3. Belum tentu melihat layar PC seharian bikin sehat mata. Buku lebih friendly;
    4. Kalau buku jatuh, ya diambil. Kalau Tablet PC jatuh, yang punya juga ikut jatuh (alias pingsan).
    Kelemahan yang ada pada buku kuno - untuk kami - adalah karena lembaran-lembaran itu memakan beberapa pohon pinus dari hutan kita. "Tapi khan bisa pakai kertas daur ulang!" Nah..kertas daur ulang harganya lebih mahal dari biasanya.

    Tapi..

    Kok saya merasa value yang dipaparkan teman saya Andy ini lebih 'ngena' di saya ketimbang baca e-Book di Tablet PC ya? Call me old-fashioned, tapi dalam hal ini kami sepakat bahwa Some Things Don't Change. Barang lama terkadang lebih baik daripada barang baru. 'Megang'-nya enak, biar dibilang jadul. Jadi menurut kami, buku adalah hasil inovasi 'jaman kuda gigit besi' yang tidak akan pernah mati. Bisa jadi menurun peminatnya, tapi kami tidak yakin buku akan hilang begitu saja dari muka bumi.

    Bagaimana dengan teman-teman?

    Konsumen Berevolusi, Begitu Juga Media.


    "Internet (almost) changes everything!”
    Saya yakin Anda juga sudah tahu itu, tapi saya akan memberikan sedikit flashback singkatnya.

    Kedatangan teknologi internet telah memberikan media baru untuk konsumen – terutama masyarakat Indonesia – untuk mendapatkan dan membagikan informasi. Informasi yang dimaksud dapat berupa berita umum, infotainment, laporan-laporan riset, kegiatan transaksi jual beli barang atau jasa (e-commerce), dan masih banyak konten-konten lainnya. Dapat dikatakan, teknologi internet merubah pandangan masyarakat terhadap dunia, dalam beberapa hal. Masyarakat yang biasa menjadi pembaca berita, melalui internet dapat menjadi publisher lewat blog. Mereka yang biasa menjadi konsumen, sekarang pun dapat memiliki media yang murah, bahkan gratis, untuk memperjual belikan komoditi yang berasal dari mereka sendiri, maupun memainkan peran sebagai agen. Proses pembelajaran ini membuat konsumen lebih kritis atas informasi yang didapat dan barang yang dibeli. Kejujuran sangat penting, bagi pihak penjual dan penyedia informasi. Oleh karena itu, konsumen mulai belajar tentang Transparansi.

    Seiring dengan berkembangnya teknologi internet dan pertumbuhan kondisi ekonomi di Indonesia, faktor-faktor pendukungnya pun jadi mudah untuk dijangkau oleh masyarakat (hosting, biaya langganan internet, modem, dll). Masyarakat belajar untuk menyampaikan pendapat dan membangun bisnis dengan membuat situs-situs sebagai sarana berkomunikasi mereka dengan orang-orang baik dari dalam negeri, maupun belahan dunia lain. Situs-situs pun mulai berjamuran, menjadikan dunia maya sebagai tempat baru dan cepat untuk masyarakat berbagi informasi. Berdasarkan survey Yahoo.com, sampai dengan bulan November 2009 sudah ada 20,340,000,000 halaman situs dari 70,392,567 situs di dunia.

    Bagaikan dunia ke-2, masyarakat pun mulai belajar untuk bermain-main dan berinteraksi di dunia maya, di mana batasan-batasan atau hukum masih belum berdiri secara jelas dan mengatur kegiatan-kegiatan masyarakat dalam bersosialisasi di dunia maya.

    Nah. Mau tidak mau, pelaku bisnis (atau marketer) pun harus jeli dalam mengikuti jejak-jejak konsumennya. "Apa sih yang lagi tren sekarang? Apa sih yang bisa membuat konsumen ini tahu dan mau beli produk saya?" Proses promosi produk untuk bisa diketahui oleh konsumen, adalah tentu saja menggunakan media. Bisa elektronik, cetak, atau outdoor (bilbor, baliho, spanduk, dll).

    Dengan kehadiran internet, klien (pemilik/pelaku bisnis atau marketer) tentu juga ingin agar Media Agency dapat membuktikan kepiawaiannya dalam mencari celah untuk mengkomunikasikan produk klien secara akurat, cepat, dan menarik. Untuk apa? Intinya, supaya target group produk klien tersebut dapat menerima secara jelas dan cepat pesan yang ingin disampaikan, lewat media yang relevan. Akhirnya, Media Agency pun harus putar otak untuk mengkombinasikan antara promosi lewat media tradisional dengan internet.

    Yang menarik buat saya adalah program POND’S TEEN CONCERT, sebuah acara dari salah satu produk PT. UNILEVER, Tbk. Produk remaja ini sangat kreatif dan menarik lewat programnya yang mengkombinasikan antara media tradisional dengan media internet. Untuk lebih lengkapnya, rekan-rekan dapat mengklik situsnya di sini. Dari sini, konsumen belajar lagi mengenai Interaktivitas.

    I think this is a good idea!

    Tentu saja kampanye ini tidak dapat diterapkan di semua produk. Setidaknya, target group harus mengerti bagaimana dunia internet bekerja. Rekan-rekan dapat melihat, bahwa sudah bukan saatnya pelaku bisnis hanya semata-mata memikirkan profit. Sekarang saatnya KONSUMEN berjaya! It’s People 2.0! Apa buktinya? Yang telah saya paparkan di atas merupakan buktinya. Bukti bahwa pelaku bisnis dan agensi-agensi kepercayaan mereka harus putar otak untuk bisa tetap dekat dengan konsumennya demi mendapatkan data perilaku mereka dan tren yang sedang berkembang saat ini.