Pages

    Monday, December 13, 2010

    Brand juga (bisa jadi) Manusia


    Mungkin setelah membaca judulnya, teman-teman jadi bertanya-tanya, "How come?"

    Topik ini saya angkat karena sangat menarik untuk dibahas. Sering saya dengar celotehan bahwa:
    • "Bukan Tweet kalau bukan orang beneran.";
    • "Twitter&Facebook sebaiknya tidak buat promosi brand. Bikin kotor timeline!";
    • "Social Media itu tidak bisa diukur dan tidak memiliki peran dalam peningkatan revenue."
    Kalau menurut saya pribadi, cara pandang tersebut - atau yang mirip - sangat debatable. Teman-teman pasti sering lihat promosi-promosi para brand lewat Twitter khan? Sudah banyak malahan. Nah, sebetulnya apa sih objektif mereka? Terus, upaya apa yang bisa dilakukan untuk memanusiakan sebuah brand?

    Kalau ditanya apa objektif sebuah brand untuk 'nyemplung' ke Social Media, bisa macam-macam. Untuk saya, ada dua macam objektif, yang berkorelasi positif dengan sifatnya.

    Hard-Selling cenderung bersifat jangka pendek
    'Yang penting jualan'. Pesan-pesan yang disampaikan oleh brand ini biasanya bersifat promosi semata. Mengganggu? Tentu! Tapi..hanya untuk konsumen yang merasa tidak membutuhkan produk dari brand tersebut. Tidak sedikit brand yang mempraktekkan strategi ini, karena bisa juga berhasil. Bahkan bisa juga digunakan untuk meningkatkan brand awareness.

    Salah satu brand yang menurut saya sempat meng-abuse Social Media di Indonesia adalah @kapanlagi. KapanLagi.com sempat membuat sebuah kuis - atau apa pun - di Twitter dengan tujuan meningkatkan kunjungan ke situsnya (traffic). Dengan kuis yang meminta follower-nya untuk me-ReTweet sebanyak-banyaknya, membuat followers dari follower tersebut merasa terganggu. Kenapa? Simple! Karena informasi tersebut tidak mereka butuhkan. Namun, reaksi cepat untuk menghentikan kegiatan tersebut memberikan kesempatan kepada KapanLagi.com untuk tidak kehilangan followers-nya lebih banyak lagi. Toh sampai sekarang KapanLagi.com masih memiliki lebih dari 64.000 followers.

    Contoh yang berhasil menggunakan strategi ini adalah @rumahdara. Film ber-genre Slasher, yang merupakan karya murni anak bangsa, menggunakan strategi yang sesuai dengan market-nya, yaitu mereka yang memiliki hobi nonton bioskop. Jenis produk ini memang tidak long-lasting. Nah, pemahamannya yang cukup terhadap produk ini digunakan dengan baik melalui Social Media, yang pada akhirnya menyumbang banyak penonton selama masa tayangnya di bioskop-bioskop Indonesia.

    CRM sudah tentu bersifat jangka panjang
    Now we are talking :)
    Sekedar untuk menyamakan bahasa; CRM yang saya maksud di sini adalah Customer Relationship Management.

    Menurut saya, brand yang berakting seolah-olah seorang manusia melalui aktivitas tweeting di Twitter, memiliki keinginan untuk mendapatkan hubungan yang lebih intim dengan konsumennya. Apakah menguntungkan bagi sebuah bisnis? Tentu saja. Hanya saja, kelemahannya adalah strategi ini membutuhkan waktu yang lebih lama daripada strategi yang sudah saya bahas di atas. Saya percaya hasil yang didapatkan melalui strategi ini akan lebih kaya, dibandingkan dengan strategi hard-selling.

    Strategi ini membutuhkan komitmen dan fokus. Perlu diingat bahwa jarang sekali tweet dan/atau posting di Social Media langsung membuahkan Sales.

    Ada dua hal yang sebaiknya sebuah perusahaan pikirkan sebelum memanusiakan brand-nya di Social Media:
    • Jangan mulai kalau tidak berani mengambil resiko. Banyak sekali brand yang 'ikut-ikutan' pada masa booming-nya Social Media di Indonesia. Kalau hanya untuk eksis saja, tanpa ada tindak lanjut, percayalah bahwa hal ini dapat berdampak negatif terhadap brand, bahkan perusahaan Anda. Bayangkan jika Anda tidak aktif di Facebook dan/atau Twitter, dan sudah banyak sekali konsumen yang mengutarakan keinginan atau keluhannya terhadap performa brand Anda, tetapi Anda tidak merespon. Itu hanya akan memberikan kesan bahwa Anda tidak peduli dengan saran dan kritik dari konsumen Anda. Artinya? Anda baru saja kehilangan kesempatan untuk mendekatkan diri dengan konsumen Anda, dan yang paling parah, Anda kehilangan kesempatan untuk menjadi lebih baik. Thus, treat your customer very very well.
    • Mainkan kreativitas Anda melalui Social Media. Indonesia ada di urutan ke-4 dunia untuk pengguna Facebook dan ke-6 dunia untuk Twitter. Jadi tidak perlu saya ingatkan lagi bahwa kedua situs jejaring sosial ini merupakan tempat berkumpulnya konsumen Anda. Jika hanya sekedar mem-post atau men-tweet saja, jelas masih kurang. Konsumen juga bisa bosan, jika tidak ada kegiatan-kegiatan yang bersifat interaktif. Caranya bagaimana? Paling mudah, adakan kuis-kuis yang menarik, seperti @soalBOWBOW, @sawityowit, dan banyak akun twitter menarik lainnya. Terkadang hadiah riil juga diperlukan untuk mengamplifikasi ketertarikan para konsumen dan kegiatan social-sharing. Apalagi kalau Anda bisa menciptakan kegiatan yang bersifat customer engagement, seperti @pocariID dengan kegiatan ionopolis yang berhasil mengadakan acara #ionorace. Jika dilakukan dengan benar dan rapi, niscaya berdampak positif bagi brand Anda ;)
    Sedikit tips apabila Anda ingin membuat aktivitas menarik di Social Media supaya konsumen Anda tidak bosan:
    1. Buat konsumen Anda berpartisipasi dengan mudah;
    2. Buat aktivitas tersebut mudah untuk dibagikan (social-sharing);
    3. Jaga ketertarikan dan aktivitas konsumen Anda melalui kuis-kuis atau kompetisi online dan/atau offline (customer engagement);
    4. Apabila konsumen Anda ingin berbuat sesuatu yang positif bagi Anda, dukung. Contoh: salah satu member KapanLagi.com pernah membuat lagi rap tentang KapanLagi.com. KapanLagi.com memberikan dukungan dengan cara mem-posting karya tersebut baik di forum, maupun di web page-nya.)
    Semua kegiatan yang sudah saya sebutkan di atas - menurut saya - tidak mungkin dilakukan oleh bot, melainkan harus dengan sentuhan manusia.

    "Sapa, dengarkan, dan bergaullah dengan konsumen Anda."

    Apabila ada beberapa konsumen Anda yang meng-unfollow dan meng-unlike akun brand Anda, jangan cepat panik. Mereka belum tentu market yang potensial untuk Anda. Bahkan, di saat yang bersamaan dan mungkin Anda tidak sadari, bahwa Anda sedang melakukan riset pasar yang - tentunya - akan sangat berguna bagi Anda dan brand Anda.

    Niscaya komitmen and fokus Anda untuk selalu berusaha memenuhi kebutuhan konsumen Anda akan bermuara kepada angka sales yang memuaskan.

    Selamat mencoba..and thanks for reading :)

    Wednesday, August 25, 2010

    Iklan TV 'Yahoo! Koprol'



    Inilah bukti dari beberapa tulisan-tulisan saya di Glugug! Metode offline masih diperlukan, bahkan untuk urusan online sekali pun. Sampai dengan saat ini - tanpa bisa dipungkiri - Televisi masih media paling seksi untuk meningkatkan awareness, bahkan call-to-action di Indonesia. Setidaknya, sebagian besar masyarakat Indonesia dipercaya dapat terjaring melalui penggunaan media televisi.

    Hanya dalam jangka waktu 1 (satu) hari setelah iklan tersebut ditayangkan - saya kutip dari Dailysocial.net - lebih dari 7.000 user sign-up ke Yahoo! Koprol. Angka yang cukup fantastis menurut saya.

    TAPI..

    What's next? Itu yang saya ingin tahu ;)

    Kita pantau sama-sama ya?

    Thanks for reading :)

    Saturday, August 21, 2010

    Kebangkitan Era E-Commerce Indonesia


    Dunia maya adalah dunia tanpa henti. Sangat dinamis dengan inovasi-inovasi model bisnis yang atraktif dan relevan. Tidak sedikit juga sih yang tumbang di tengah jalan, bahkan di awal publikasi. Rata-rata yang berhasil telah berhasil untuk memikirkan - setidaknya - dua hal, yaitu:
    1. Content yang menarik dan memang memenuhi kebutuhan dan keinginan pasar;
    2. Advertisers yang bisa diyakinkan bahwa model bisnis situs tersebut akan men-generate traffic, users, dan (bisa juga) transaksi
    Setelah itu, hukum dasar Marketing Mix dan Positioning silahkan dipergunakan untuk membedakan antara Anda dan kompetitor-kompetitor Anda. Jika bisnis Anda 'new to the world/people', kesempatan yang dimiliki untuk menjadi bahan WOM (Word Of Mouth) memiliki peluang yang sangat besar, tentu didukung dengan strategi promosi yang tepat.

    OK, cukup dengan paragraf-paragraf pembukanya. Jika Anda membayangkan diri Anda mundur beberapa tahun ke belakang, kita bisa sama-sama tahu situs-situs legendaris apa saja yang berperan dalam mengedukasi masyarakat dalam berperilaku online. Saya melihatnya dari 3 fase, yaitu:
    1. Era Informasi: CNN.com, detik.com, KapanLagi.com, dan lainnya;
    2. Era Komunikasi: E-mail, mIRC32, MSN/YM, KasKus.us, Friendster/MySpace, Facebook, Twitter, dan banyak lagi lainnya;
    3. Era Berbelanja: Amazon.com, eBay, Alibaba.com, 11st.co.kr, Rakuten, Plasa.com, Tokopedia.com, dan sangat amat banyak sekali.
    Kedua fase tersebut memang masing-masing saling bersinggungan, karena para businessmen tentu ingin terus berinovasi untuk merebut perhatian dan minat pasar dalam berkegiatan ekonomi. Akan tetapi, kesiapan pasar adalah kuncinya. Tidak bisa serta merta businessmen memaksakan kehendak konsumennya untuk membeli produk buatannya, dengan platform apa pun.

    Generasi Y, yang merupakan terusan dari Generasi X, adalah generasi yang sudah melek internet. Dengan perkembangan teknologi internet dan situs-situs dengan model bisnis yang terus berkembang, Generasi Y bisa dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
    • Enthusiast: Pencari dan pembagi informasi (travelling, kuliner, hobi, dan lain lain);
    • Deal Seeker: Pencari dan pembagi informasi potongan harga, kupon, cashback, dan tawaran promosi lainnya.
    Di Indonesia semua situs E-Commerce dan konsumennya sedang sama-sama belajar. E-Commerce belajar untuk mengerti perilaku konsumennya dalam berbelanja online dan si konsumen juga sedang belajar untuk mempercayai sistem online untuk kegiatan berbelanja mereka. Nah..sebetulnya apa sih perilaku konsumen yang sama persis, baik dalam berbelanja offline maupun online? BETUL! Jawabannya adalah DISKON, CASHBACK, VOUCHER, KUPON! Masa sih Anda tidak tergiur dengan tawaran-tawaran potongan harga untuk barang yang Anda sudah incar? Atau barang yang sebetulnya tidak terlalu Anda butuhkan tapi kok kayanya bisa mempercantik rumah dan meja kantor Anda?

    Model bisnis online yang dibilang-bilang akan jadi cukup ngetren ke depannya adalah sebuah situs yang berawal di Chicago, Amerika Serikat, dengan nama Groupon. Groupon bukan yang pertama dalam bisnis kupon secara onilne, tapi setidaknya situs ini lah yang perkembangannya sangat cepat. Cara kerja layanan yang ditawarkan oleh Groupon adalah:
    • Kita (konsumen) mengumpulkan peminat dengan jumlah tertentu terhadap satu restoran yang sama;
    • Lalu tim Groupon akan menegosiasikan dengan pihak restoran tersebut (merchants) demi minat kita;
    • Si merchant memberikan apresiasi berupa diskon dengan jumlah yang disepakati antara Groupon dan si merchant;
    • Kita sebagai peminat dan user lain yang sedang mengunjungi Groupon dapat mendaftarkan diri dan membeli kupon tersebut dengan durasi waktu tertentu.
    Kenapa harus mengumpulkan peminat terlebih dahulu?
    Groupon harus cukup yakin bahwa restoran yang diminati pasar sesungguhnya memiliki peluang yang besar untuk dikunjungi dan dikonsumsi. Ini menjadi bargaining power Groupon kepada sang merchant.
    Terus, kok hanya dalam durasi tertentu? Kenapa ga seminggu or selamanya saja sekalian?
    Dari pihak merchant, tentu mereka ingin mempertahankan image restoran mereka di level tertentu dan kalau terus-terusan dipotong harganya, ya bangkrut dong. Selain untuk menarik pengunjung pada saat grand launching restaurant yang baru, restoran yang mahal pun ingin supaya ada tambahan konsumen, yang bisa memaklumi harga mahalnya setelah mencoba kualitas dan rasa dari makanan dan/atau minuman yang disajikan oleh restoran tersebut.
    Kok saya berani bilang bahwa ini akan menjadi tren ke depannya? Ada tiga hal yang membuat saya cukup optimis untuk berpendapat demikian:
    1. Orang Indonesia adalah penganut asas collectivism. Sangat senang untuk berbagi cerita suka dan duka bersama dengan circle of friends-nya, dari kalangan mana pun;
    2. Orang Indonesia suka sekali dengan diskon dan teman-temannya (80% Deal Seeker, 20% Enthusiast. Hehehe..). Perlu saya jelaskan lebih lanjut? Hehehe..Kayanya tidak usah ya. Tapi kayanya ga cuma orang Indonesia aja deh..;
    3. Sudah ada tiga situs Indonesia yang mengadaptasi model bisnis Groupon, yaitu DisDus.com, Fanesia.com, dan Dealkeren.com. Informasi ini saya dapatkan dari Daily Social.com, sebuah situs media informasi Tech Start-Up lokal yang sedang saya gandrungi sekarang.
    See? Perkembangan internet sangat dinamis dan seperti halnya di dunia riil, akan banyak model-model bisnis E-Commerce lain yang akan muncul dengan kegiatan-kegiatan promosi mereka dan internet pun akan menjadi cluttered.

    Dan sadarilah bahwa model bisnis yang menganut paham crowd-sourcing cenderung untuk cepat berkembang dan mendapatkan perhatian target pasar yang diinginkan.

    Jadi? Siap kah Anda berbelanja online? Pada akhirnya toh Anda akan mencoba ;) Percaya atau tidak percaya, teman-teman Anda mungkin saja sudah menjadikan belanja online sebagai bagian dari lifestyle mereka.

    Thanks for reading! See you on the next discussion ;)

    Saturday, June 12, 2010

    1 Thing You NOT Need to Share 'Social Media-ly'




    Some things are better left untouched by Social Media :D

    I find this illustration hilarious :D

    Saturday, June 5, 2010

    'Main' Foursquare Tidak Pada Tempatnya


    Setelah dilanda demam Twitter, sekarang Indonesia menemukan mainan baru. Yes, it's Foursquare.

    Kenapa bukan Koprol?
    Koprol sudah dibahas di post sebelumnya.

    Trus Gowalla engga?
    Ternyata Gowalla belum sepopuler Foursquare, setidaknya di Indonesia, walau Gowalla memiliki sedikit kelebihan daripada Foursquare.

    But anyway, kita akan membatasi diskusi ini sebatas Foursquare saja.

    Sekedar mengingatkan, Foursquare adalah sebuah 'perempatan' antara menemukan teman, petunjuk tempat-tempat kunjungan (favorit atau tidak itu sangat relatif), dan sebuah permainan yang memberikan penghargaan kepada member-nya setiap berhasil memberikan informasi berharga bagi member-member lainnya (diterjemahkan dari Foursquare).

    Jadi, Foursquare TIDAK menyediakan informasi tentang tempat-tempat, karena tidak mungkin untuk mengidentifikasi setiap lokasi di dunia. Mungkin baru yang sekitaran di Amerika Serikat saja. Tapi, justru ini adalah kekuatan Foursquare, karena member dengan bebas dapat menambahkan identitas lokasi-lokasi yang mereka kunjungi, yang - siapa tahu - suatu saat berguna bagi member yang lain. Setiap kita menambahkan informasi tempat baru, maka Foursquare akan memberikan poin yang apabila sudah terkumpul pada jumlah-jumlah tertentu, kita akan dihadiahi sebuah badge sebagai penghargaan atas achievement kita. Bahkan, dengan check-in saja kita diberi poin. Kalau kata Ibu Dara: ENAK KHAAN??!! Nah, keuntungan buat Foursquare adalah peningkatan database lokasi yang signifikan untuk menjadikan Foursquare lebih lengkap.

    Eits! Ntar dulu. Yang diharapkan kita sebagai member Foursquare adalah kita juga memberikan tips-tips tentang lokasi-lokasi yang kita rekomendasikan (atau tidak merekomendasikan). Ada fitur 'To-Do", yaitu share kita terhadap Foursquare akan tempat yang ingin kita tuju. Lalu ada juga "Add Tips", yaitu Tips yang kita berikan kepada teman-teman kita sesama member Foursquare, apabila mereka ingin mengunjungi tempat yang kita rekomendasikan.

    Akan tetapi, sayang seribu sayang, tidak semua orang menggunakan fitur-fitur di Foursquare secara pantas. Saya menemukan tiga fenomena yang paling sering terjadi pada saat member-member beraktivitas lewat Foursquare. Ini yang sebetulnya menurut saya kategorikan sebagai "Main Foursquare Tidak Pada Tempatnya".

    ----------
    Remote Check-Ins
    Apa sih itu? Remote Check-Ins merupakan kegiatan check-in di Foursquare yang dilakukan oleh member, tanpa - secara fisik - member berada di lokasi tersebut.
    Ada yang salah? Ada! Karena member tersebut tidak menggunakan fasilitas Foursquare sebagaimana mestinya
    . Namanya aja check-in. Gimana sih kalau di Hotel atau di Bandar Udara? Kalau check-in, secara fisik orangnya harus ada di situ khan? Sedikit mengutip dari Wikipedia.org, definisi Check-In adalah:

    The process of announcing your arrival at a hotel, airport or sea port.


    Ada unsur 'konfirmasi' di situ. Banyaknya check-in - di tingkat tertentu - menentukan jumlah
    badge yang akan didapat oleh member.

    Menambah Lokasi Seenaknya
    Kalau masalah ini, masih dalam grey area. Kenapa gitu? Karena pengenalan dan kelengkapan informasi akan sebuah tempat oleh tiap-tiap member Foursquare berbeda. Tapi itu ga akan saya bahas deh.

    Saya share pengalaman sedikit:
    "Kemarin saya di La Piazza, Kelapa Gading. Saya ingin check-in di situ. Pada saat saya scrolling untuk memilih lokasi di mana saya berada, saya menemukan 5 lokasi dengan nama yang sama, namun dengan tingkat kelengkapan yang berbeda. Ada yang nulis alamat, ada yang..yaa..yang penting ada tulisan 'La Piazza'-nya. Terus terang, saya sebagai user merasa sangat terganggu, karena saya sudah pernah check-in di lokasi yang sama dengan informasi yang memang dulu hanya ada satu nama La Piazza saja dan saya tidak mau check-in di 'La Piazza' lainnya karena menurut saya tidak halah dalam etika ber-sosial media (call me old-fashioned or whatever, I do not really care)."

    Saya yakin ada beberapa orang yang berpandangan sama seperti saya, dalam hal menggunakan fitur-fitur social media. Untuk memberikan informasi lokasi baru di Foursquare, Foursquare memberikan poin yang cukup tinggi, yaitu '+5'. Nah..Apakah ada hubungannya dengan mendapatkan badges? Kita bahas di akhir saja.

    Mengabaikan fitur 'Add Tips'
    Fitur 'To-Do' tidak saya bahas karena keinginan orang berbeda-beda dan kontribusinya terhadap Foursquare pun kurang signifikan, walau tetap fun untuk dipakai.
    Beberapa lokasi - terutama di Indonesia - ada yang cukup 'tersembunyi', yang tidak mudah ditemukan pada saat sedang berkendaraan atau memang lokasinya cukup terpencil atau susah dijangkau. Karena itulah gunanya fitur 'Add Tips' di Foursquare. Fitur tersebut tidak terbatas hanya kepada menu apa yang direkomendasikan oleh member lain. Menurut saya, informasi navigasi terhadap lokasi yang dituju merupakan isu yang jauh lebih penting.

    Seringkali kita lihat akun Foursquare teman kita yang isinya hanya check-in saja. Again, bukankah social media merupakan tempat untuk berbagi informasi? (And) again, apakah niatnya memang semata-mata hanya untuk mendapatkan badges? Masalah sempat atau tidak sempat, itu personal. Tidak ada yang bisa menilai. Saya hanya melihat kepada 'niat'.
    ----------

    Ada ga sih yang sama dari ketiga poin yang saya coba jabarkan di atas? Yes! It's about Foursquare Badges. Tampaknya fitur reward ini pasti fun secara individual, tapi persepsi dari member yang lain bisa berbeda. Badges yang tadinya diperuntukkan sebagai sebuah perhargaan atas informasi yang diberikan, malah menjadi ajang koleksi tanpa memperhatikan kelengkapan informasi dan kegunaannya bagi sesama. Etika dalam menggunakan fitur social media bisa dibilang: telah dilanggar.

    Apa hikmah yang dapat diambil dari fenomena ini?
    Etika adalah sesuatu keyakinan yang belum tentu dipersepsikan sama oleh dua individu atau lebih. Akan tetapi, etika dipercaya sebagai sebuah value yang dipegang oleh kebanyakan orang dan secara tidak langsung, menuntut tiap-tiap individu untuk mematuhi dan menghormati etika tersebut. Contoh konkrit pelanggaran etika, salah satunya, adalah dikucilkan. Tentu tidak ada orang yang ingin dikucilkan khan?

    Beretika di social media hampir tidak ada bedanya dengan kita menjunjung etika di kehidupan yang sebenarnya. Konsekuensinya pun mirip. Percayalah bahwa menjadi individu yang beretika dapat memberikan kotribusi positif yang besar bagi perkembangan batiniah diri sendiri dan sustainability dalam membangun relasi terhadap sesama.

    Tulisan ini hanya buah pikiran saja dan saya menyambut bentuk-bentuk pembahasan dan/atau diskusi tentang topik ini. Teman-teman bebas memandang dan memperlakukan Foursquare sebagai apa pun yang kalian ingin pikirkan dan lakukan. Tidak akan masuk penjara kok ;)

    Thanks for your time, please feel free to drop any comment, and stay tune for the next exciting topic ;)

    Sunday, April 11, 2010

    Facebook VS Koprol. Adilkah?


    Ternyata mau tidak mau, Facebook tergelitik juga oleh kehadiran dan kepiawaian Foursquare dan Gowalla. Hal ini dibuktikan dengan akan diadakannya Facebook developer conference (f8) ada 21 April 2010. Topik pembahasannya adalah bahwa Facebook akan meluncurkan fitur yang mirip dengan kedua situs Location-based Social Media ini. Hanya saja, kita memiliki pilihan untuk hanya bisa membagikan informasi kita secara terbatas, yaitu kepada circle of friends kita atau orang-orang yang kita percayai untuk dapat saling menghargai dan tidak pelit informasi.

    Kalau mau kita persempit, Foursquare - yang diasumsikan akan menjadi the next Twitter di tahun 2010 ini - merupakan situs social media yang saat ini sedang naik daun. Menurut saya pribadi, Foursquare memang potensial, tapi masih membutuhkan banyak perkembangan fitur yang menekankan pada sharing activity, karena it is what social media is all about. Per 11 Maret 2010, pengguna Foursquare sudah menembus angka 500.000 member. Sedangkan Gowalla sekitar 100.00o-an lebih. Saya mendapatkan data tersebut dari sini. Kita tidak usah membahas membernya Facebook lah ya :D Populasi Facebook di dunia saja sudah mau menyamai populasi penduduk Amerika Serikat.

    Nah..sekarang kita go local. Mungkin teman-teman masih banyak yang belum familiar dengan situs social media lokal yang satu ini. Namanya adalah Koprol. Fitur-fitur yang ditawarkan sudah cukup OK menurut saya, walau tentu saja pengembangan produk tetap saya nanti-nantikan. Koprol, secara konsep, mirip seperti gabungan antara Twitter dan Foursquare (mungkin Gowalla juga, karena saya tidak 'mainan' Gowalla). Tapi yang Koprol tawarkan memang cenderung lebih mirip ke Foursquare. Jumlah member di Koprol sekarang sudah mencapai +30.000 member, semenjak Juli 2008. Good job, Koprol! ;)

    Dengan informasi bahwa Facebook akan meluncurkan fitur serupa, cukup banyak rekan-rekan blogger atau media online yang membahas tentang terancamnya Koprol, seperti yang saya baca di Citywebindo.com. Saya kurang ingat alamat situs rekan-rekan blogger lainnya yang membahas topik serupa.

    Kalau boleh jujur, menurut saya sedikit kurang adil jika kita membandingkan antara situs multinasional dengan situs lokal. Jelas multinasional yang memiliki potensi lebih besar untuk mendapatkan pengunjung dan/atau member sebanyak-banyaknya. Tapi kasus ini sangat menarik, karena justru dengan posisi Koprol sebagai situs social media lokal, banyak sekali potensi yang dapat dikembangkan dari hanya sekedar situs pertemanan dan information-sharing ini. Locally, of course..

    So? What can Koprol do?
    CONSUMER ENGAGEMENT
    adalah salah satu kata kunci dari saya.

    Online (enhancement)
    Kita juga bisa lihat bahwa makin banyak situs-situs lokal yang sangat berpotensial untuk berkontribusi kepada negaranya sendiri, seperti juale.com, plasa.com, deathrockstar.info, kaskus.us, dan masih banyak situs-situs lokal berjaya lainnya. Dengan membangun relasi kemitraan dengan situs-situs serupa, saya yakin member pun akan merasa dihargai keinginannya dalam mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya dari hanya satu tempat saja. Masing-masing situs memiliki kepentingan, tentunya. Tinggal menemukan jalan tengah dan voila, you are enhancing the market, online-ly.

    Offline (participation)
    Apakah cukup di situ? Wait a minute. Siapa bilang orang-orang yang bertemu secara online tidak juga ingin bertemu di dunia nyata? Banyak sekali orang dipertemukan secara online sekarang ini. Tentu saja kita bicara tentang pertemuan yang baik-baik dan maksud yang baik-baik ya. Hehehe.. Sekedar kenalan, memperluas networking, transaksi penjual-pembeli, dan niat-niat lainnya. Nah! Wadah offline semacam ini juga diperlukan sebagai kegiatan CSR (Corporate Social Responsibility) Koprol. Misalnya: Koprol 3 on 3 Basketball Competition, dimana ada perlakuan khusus bagi member yang bisa membuktikan Koprol membership mereka. Exciting, isn't it?!

    Sebagai penutup dari saya,"Jangan pernah membatasi, apalagi meremehkan kreativitas dan inovasi dari masyarakat kita sendiri dan jangan merasa rendah diri. Dengan memperluas jaringan pertemanan dan wawasan, niscaya kesempatan yang ada pun tidak akan tersia-siakan."

    Friday, April 9, 2010

    Agama Baru: Social Media!


    Agama, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan atau Dewa, dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut.

    Apa agama kalian? Kristen? Katolik? Islam? Hindu? Buddha? Kong Hu Cu?

    ---------------------------------------------------------------------------
    Sebelum saya lanjutkan, santai saja ya bacanya, friends? :D It's nothing serious, tapi sebuah kenyataan yang menggelitik :)
    ---------------------------------------------------------------------------

    Apakah teman-teman tahan untuk tidak cek Facebook, 'curhat' di Twitter/Koprol, dan/atau mengumpulkan poin sebanyak-banyaknya untuk mendapatkan badges di Foursquare 1 kali dalam sehari saja? Kalau memang tahan, selamat! Agama Anda cuma SATU!

    Fenomena situs jejaring sosial di negara kita..wait..seluruh dunia, memang sangat luar biasa. Orang-orang mulai rela untuk tidak terlalu memusingkan bagaimana dan kapan mereka harus merencanakan perkumpulan 'rumpi' untuk bisa curhat atau hanya sekedar meng-update gosip terbaru di kalangan teman-teman terdekat. Akan tetapi, semakin kita belajar menggunakan dan membuka siapa diri kita sebenarnya di FB, Twitter, atau situs jejaring sosial lainnya, bisa saja mengubah perilaku kita.

    Kepercayaan kita terhadap sesama anggota situs jejaring sosial membuat kita makin tergantung dalam berbagi (feel good) dan dibagikan (well-informed) informasi. Secara tidak langsung, kita seolah-olah 'menyembah' FB, Twitter, dan situs jejaring sosial sejenisnya. OK..OK..'menyembah' mungkin sebuah kata yang terlalu kontroversial, but think again, my friends. Aren't you?

    Saya pribadi tidak melihat ada yang salah dengan menggantungkan kebutuhan informasi kita terhadap situs jejaring. Malahan, saya mendukung. Kita memiliki kesempatan untuk memperluas pengetahuan dan pergaulan kita, sejauh tidak menyalahi kebenaran dalam etika berkenalan dan saling menghormati.

    Sedikit mirip dengan agama, di mana agama bisa juga menjadi zen time untuk kita, sebagai sampingan dalam usaha kita mendekatkan diri dengan Sang Maha Pencipta. Secara Anda tidak sadar, mungkin 'curcol' Anda atau kata-kata motivasi yang Anda bagikan dapat berpengaruh bagi seseorang di ujung dunia lain yang kebetulan sedang mencari jawaban dari pergumulannya. Betul khan? Mulai mendekati konsep agama dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang terlepas dari aspek 'Tuhan'-nya? Secara tidak kita sadari, kita pun percaya dan yakin akan informasi yang diberikan di situs jejaring sosial.

    Lalu bagaimana kalau kita dibohongi? Situs jejaring sosial juga membuka peluang bagi pengguna-penggunanya untuk saling memonitor. Dapat dilihat di posting saya mengenai 'It's Me 2.0', bahwa pada saat ada oknum yang secara sengaja memberikan informasi yang bertentangan dengan norma-norma dan nilai-nilai kebenaran, maka secara cyber orang tersebut bisa saja diadili oleh teman-temannya atau pengikut-pengikutnya. Dari situ kita tahu bahwa orang tersebut tidak layak untuk dipercaya dalam hal berbagi informasi.

    See, guys? Ada sistem reward dan ada juga punishment-nya. Situs jejaring sosial menjadi sesuatu yang kita kunjungi setiap hari untuk - tidak hanya berkomunikasi - menenangkan diri (baca: menghibur diri), menebar kasih dengan menyapa teman-teman kita lewat memberikan comment di status-status mereka, dan memuji mereka atas informasi berguna dan menginspirasi, yang mereka berikan kepada kita. Atau..teman-teman punya konsep berbeda soal agama? Atau social media? Bagikanlah dengan teman-teman Anda di sini.

    Heaven or Hell? You choose ;)


    Some Things Don't Change (Technologically)


    Hari ini saya berbincang-bincang dengan teman saya Adityo, Andy, dan Ary. Temanya diawali dengan membahas soal heboh Spamming di BBM (BlackBerry Messenger) yang membuat rekan-rekan saya berteriak-teriak via Twitter. Saya turut berduka cita bagi yang menggunakan BB. Untung saya tidak :P Lalu kami mulai ngelantur ke buku dan iPad.

    Di tengah perkembangan situs-situs yang mempermudah kegiatan saling berbagi di antara netizen ditambah teknologi yang tidak henti-hentinya bertambah canggih, kami melihat banyak sekali hal-hal yang makin mempermudah hidup manusia seperti:
    • BlackBerry (berkomunikasi menjadi lebih mudah dan tanpa batas);
    • Kindle (membaca tanpa membawa dan membolak-balikkan halaman);
    • Android (era kejayaan Application Launcher).
    Lalu lanjut ke iPhone, Handphone Android murah, dll.

    Sampai pada akhirnya kami membahas soal 'Buku VS. iPad/Kindle/Slate/pokoknya teknologi Tablet PC'. Tablet PC memberikan banyak sekali kemudahan dalam berkegiatan online. Kalau dalam hal membaca e-Book, hebatnya Tablet PC adalah:
    1. Bisa menyimpan ber-Giga e-Book, tinggal dalam hitungan klik sudah dapat berganti buku, sesuai dengan minat baca;
    2. Ringkas: tidak harus membawa buku terlalu banyak;
    3. Terlihat lebih keren, daripada hanya membaca buku kuno;
    4. Pembelian e-Book dapat dilakukan dengan sangat mudah dan di mana saja.
    Masih banyak kelebihan-kelebihannya dan WAH! Hidup kelihatannya bisa lebih stylish, simple, dan hemat kertas ya!

    Akan tetapi, teman saya Andy mengingatkan value yang bisa didapatkan lebih dari sebuah buku usang daripada Tablet PC yang super duper ultra mega canggih.
    1. Tablet PC kalau dicolong bisa nangis. Buku? Siapa yang mau nyolong coba?!
    2. Kalau kita lupa suatu teori atau bacaan yang sedang penting untuk tulisan, teori, dan riset kita, hanya dengan melirik ke deretan koleksi buku yang kita punya, bisa ingat lagi lho;
    3. Belum tentu melihat layar PC seharian bikin sehat mata. Buku lebih friendly;
    4. Kalau buku jatuh, ya diambil. Kalau Tablet PC jatuh, yang punya juga ikut jatuh (alias pingsan).
    Kelemahan yang ada pada buku kuno - untuk kami - adalah karena lembaran-lembaran itu memakan beberapa pohon pinus dari hutan kita. "Tapi khan bisa pakai kertas daur ulang!" Nah..kertas daur ulang harganya lebih mahal dari biasanya.

    Tapi..

    Kok saya merasa value yang dipaparkan teman saya Andy ini lebih 'ngena' di saya ketimbang baca e-Book di Tablet PC ya? Call me old-fashioned, tapi dalam hal ini kami sepakat bahwa Some Things Don't Change. Barang lama terkadang lebih baik daripada barang baru. 'Megang'-nya enak, biar dibilang jadul. Jadi menurut kami, buku adalah hasil inovasi 'jaman kuda gigit besi' yang tidak akan pernah mati. Bisa jadi menurun peminatnya, tapi kami tidak yakin buku akan hilang begitu saja dari muka bumi.

    Bagaimana dengan teman-teman?

    Konsumen Berevolusi, Begitu Juga Media.


    "Internet (almost) changes everything!”
    Saya yakin Anda juga sudah tahu itu, tapi saya akan memberikan sedikit flashback singkatnya.

    Kedatangan teknologi internet telah memberikan media baru untuk konsumen – terutama masyarakat Indonesia – untuk mendapatkan dan membagikan informasi. Informasi yang dimaksud dapat berupa berita umum, infotainment, laporan-laporan riset, kegiatan transaksi jual beli barang atau jasa (e-commerce), dan masih banyak konten-konten lainnya. Dapat dikatakan, teknologi internet merubah pandangan masyarakat terhadap dunia, dalam beberapa hal. Masyarakat yang biasa menjadi pembaca berita, melalui internet dapat menjadi publisher lewat blog. Mereka yang biasa menjadi konsumen, sekarang pun dapat memiliki media yang murah, bahkan gratis, untuk memperjual belikan komoditi yang berasal dari mereka sendiri, maupun memainkan peran sebagai agen. Proses pembelajaran ini membuat konsumen lebih kritis atas informasi yang didapat dan barang yang dibeli. Kejujuran sangat penting, bagi pihak penjual dan penyedia informasi. Oleh karena itu, konsumen mulai belajar tentang Transparansi.

    Seiring dengan berkembangnya teknologi internet dan pertumbuhan kondisi ekonomi di Indonesia, faktor-faktor pendukungnya pun jadi mudah untuk dijangkau oleh masyarakat (hosting, biaya langganan internet, modem, dll). Masyarakat belajar untuk menyampaikan pendapat dan membangun bisnis dengan membuat situs-situs sebagai sarana berkomunikasi mereka dengan orang-orang baik dari dalam negeri, maupun belahan dunia lain. Situs-situs pun mulai berjamuran, menjadikan dunia maya sebagai tempat baru dan cepat untuk masyarakat berbagi informasi. Berdasarkan survey Yahoo.com, sampai dengan bulan November 2009 sudah ada 20,340,000,000 halaman situs dari 70,392,567 situs di dunia.

    Bagaikan dunia ke-2, masyarakat pun mulai belajar untuk bermain-main dan berinteraksi di dunia maya, di mana batasan-batasan atau hukum masih belum berdiri secara jelas dan mengatur kegiatan-kegiatan masyarakat dalam bersosialisasi di dunia maya.

    Nah. Mau tidak mau, pelaku bisnis (atau marketer) pun harus jeli dalam mengikuti jejak-jejak konsumennya. "Apa sih yang lagi tren sekarang? Apa sih yang bisa membuat konsumen ini tahu dan mau beli produk saya?" Proses promosi produk untuk bisa diketahui oleh konsumen, adalah tentu saja menggunakan media. Bisa elektronik, cetak, atau outdoor (bilbor, baliho, spanduk, dll).

    Dengan kehadiran internet, klien (pemilik/pelaku bisnis atau marketer) tentu juga ingin agar Media Agency dapat membuktikan kepiawaiannya dalam mencari celah untuk mengkomunikasikan produk klien secara akurat, cepat, dan menarik. Untuk apa? Intinya, supaya target group produk klien tersebut dapat menerima secara jelas dan cepat pesan yang ingin disampaikan, lewat media yang relevan. Akhirnya, Media Agency pun harus putar otak untuk mengkombinasikan antara promosi lewat media tradisional dengan internet.

    Yang menarik buat saya adalah program POND’S TEEN CONCERT, sebuah acara dari salah satu produk PT. UNILEVER, Tbk. Produk remaja ini sangat kreatif dan menarik lewat programnya yang mengkombinasikan antara media tradisional dengan media internet. Untuk lebih lengkapnya, rekan-rekan dapat mengklik situsnya di sini. Dari sini, konsumen belajar lagi mengenai Interaktivitas.

    I think this is a good idea!

    Tentu saja kampanye ini tidak dapat diterapkan di semua produk. Setidaknya, target group harus mengerti bagaimana dunia internet bekerja. Rekan-rekan dapat melihat, bahwa sudah bukan saatnya pelaku bisnis hanya semata-mata memikirkan profit. Sekarang saatnya KONSUMEN berjaya! It’s People 2.0! Apa buktinya? Yang telah saya paparkan di atas merupakan buktinya. Bukti bahwa pelaku bisnis dan agensi-agensi kepercayaan mereka harus putar otak untuk bisa tetap dekat dengan konsumennya demi mendapatkan data perilaku mereka dan tren yang sedang berkembang saat ini.

    Monday, February 22, 2010

    It’s ‘Me 2.0!’


    Anda sempat tahu fenomena seorang anak remaja bernama Marsha di Twitter? Dia sempat duduk di urutan teratas Trending Topics lho. What is so special about her? Well..specially BAD. Jika Anda ketinggalan beritanya, Anda bisa kunjungi dua situs ini (http://bit.ly/cNKeU6) (http://bit.ly/9qzqrz)

    Seperti yang kita ketahui, internet telah menyuguhkan cara mudah berkomunikasi – baik dengan keluarga, orang terdekat, teman, bahkan dengan orang asing – diawali dengan fenomena mIRC, lalu Forum online, dan seterusnya. Bagi orang-orang yang belum sempat melek internet pada saat itu, Facebook dan Twitter (dua situs Social Media terbesar di dunia saat ini) menjadi celah populer untuk masyarakat dunia mengenal dan menggunakan berbagai macam kegiatan dengan mengatas namakan ‘komunikasi’.

    Di dunia maya, orang tidak perlu takut untuk berpendapat, baik secara halus maupun ekstrim, karena toh tidak face-to-face. Tidak takut dipukul atau pun diludahi. Tapi sadarkah Anda bahwa dalam berkomunikasi di dunia maya you are what you write/type/tweet? Itu termasuk kegiatan Personal Branding Anda yang Anda sedang lakukan terhadap orang-orang di sekitar Anda, termasuk orang-orang yang belum Anda kenal. It is – officially – Me 2.0! Istilah ini saya pinjam dari buku karangan Dan Schawbel yang berjudul ‘Me 2.0: Build a Powerful Brand to Achieve Career Success’.

    Ya! Apa yang Anda tuangkan di dalam profil atau akun Anda di situs Social Media merupakan portfolio Anda. Kalau di KasKus, sistem reward/punish-nya berupa pemberian ‘cendol ijo’ (Anda berlaku baik) atau ‘ bata merah’ (Anda telah menyinggung seseorang).

    Apa dampaknya bagi Anda? Mudah. Jika Anda berperilaku baik di dunia maya, niscaya tidak akan terjadi apa-apa. Namun, apabila Anda berlaku sebaliknya, efeknya belum tentu hanya terhadap diri Anda sendiri. Masih ingat Evan Brimob dengan status kontroversialnya di Facebook? Tidak hanya dia yang dicaci maki oleh pengguna Facebook lain, tapi berawal dari posting statusnya yang kurang menyenangkan, Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) ikut merasakan getahnya.

    Hanya karena tweet dan/atau status update Anda, Anda juga bisa kehilangan pekerjaan! Mengerikan bukan?

    Apa yang bisa kita petik dari sini? Bermain-main di dunia maya bukan berarti Anda dapat berbuat seenaknya. Selayaknya hidup bersosialisasi dengan orang lain, kita juga harus mampu dan mau menjaga perilaku serta budi pekerti kita di dunia maya. Salah-salah kasih komen, bisa-bisa akun Twitter Anda di-suspend seperti Marsha atau Anda dipaksa untuk minta maaf kepada khalayak Facebook seperti Evan Brimob. Dan, jangan salah! Efeknya bisa terasa di dunia nyata Anda sendiri ;)

    Be smart and be wise. Tweetmu/Statusmu adalah (juga) harimaumu. Mari kita ber-Internet Sehat.

    Internet jadi ‘Kambing Hitam’


    Baru-baru ini kita telah saksikan maraknya pemberitaan di media tentang kriminalitas lewat dunia maya. Sebetulnya adakah hikmah yang kita bisa ambil dari situ? Kalau ada, bagaimana menurut analisa Anda dan apa hikmahnya bagi Anda? Tidak hanya sebagai orang tua saja. Tapi juga sebagai seorang blogger, wartawan, pengamat, civitas pendidikan (pelajar dan mahasiswa), peselancar sejati dunia maya, dan pihak-pihak lain yang – baik secara langsung, maupun tidak langsung – membutuhkan internet tiap harinya?

    “Ketika anak anda mengakses … See More konten porno, apa yang akan anda lakukan? berdiam diri? menyita komputer/hp? tentu saja seorang pemimpin, pengayom, pendidik akan merasa bertanggung jawab terhadap apa yang terjadi pada anak buah/anak didiknya, terutama dalam bidang yang bersangkutan,”detikcom

    Sebelum saya membaca kutipan-kutipan tersebut, beberapa hari yang lalu saya sempat menonton sebuah acara talkshow di salah satu TV swasta baru dengan mengundang Pak Nukman Luthfie sebagai narasumber. Topiknya (saya tidak ingat persis) adalah tentang ’Kejahatan lewat Facebook’. Sebagian besar pembahasannya adalah justru tentang hilangnya anak remaja bernama Nova dan salah satu temannya Nova (Ari) dihadirkan sebagai narasumber juga, berdampingan dengan Pak Nukman.

    Yang sangat menarik perhatian saya adalah komentar-komentar SMS dari beberapa warga Indonesia mengenai internet (Facebook) yang ditayangkan secara rolling di bagian bawah layar televisi. Komentar-komentar tersebut menurut saya sangat dangkal dan emosional. Tidak heran banyak sekali teman-teman di Twitter meluapkan kekecewaannya atas komentar-komentar tersebut. Beberapa komentar yang saya sempat ingat adalah:
    - Internet itu adalah sarang maksiat baru..
    - Facebook mengancam anak saya
    - Sebaiknya ditiadakan saja internet itu. Tidak ada bagusnya!

    Ini jadi mengingatkan saya atas kasus yang terjadi di sekitar tahun 2006 – 2007, tentang penurunan tayang acara WWF Smackdown di salah satu stasiun TV Kebanggaan Bersama Indonesia. Banyak sekali orang tua yang marah dan menuntut dihilangkannya program tersebut. Saya pikir…kok ya lebay sih? Setahu saya, acara tersebut ditayangkan Pukul 11 malam dan tidak pada akhir pekan. Yang saya ingin tanyakan kepada para orang tua; Apakah seharusnya anak Anda masih bangun jam segitu? Bukannya besok sekolah? Lalu apa peran orang tua dong di pendidikan dalam keluarga?

    Kesamaan dari kedua kasus di atas yang saya tangkap adalah kebiasaan untuk tidak mengintrospeksi diri sendiri terlebih dahulu dan secara prematur melimpahkan kesalahan kepada pihak lain. Program WWF Smackdown dan internet menjadi ’kambing hitam’. Seperti sudah disebutkan di Terms and Conditions Facebook bahwa di umur tertentu, anak-anak DILARANG berpartisipasi di situs jejaring sosial terbesar saat ini. Dan, acara WWF Smackdown ditayangkan BUKAN pada akhir pekan dan penayangannya pun jam 11 malam. Kalau sampe anak-anak lolos, apa iya media/program ini yang harus dipersalahkan? Harusnya bisa lebih kritis daripada menuding tanpa berpikir.

    Semua media dituntut untuk memberikan hiburan dan informasi tidak hanya kepada anak-anak. Dan saya yakin rekan-rekan media sudah memikirkan dengan matang cara penyajiannya agar tidak menanamkan moral buruk kepada umur-umur yang tidak seharusnya. Akan tetapi, hal ini tidak bisa berjalan dari hanya satu sisi saja. Masyarakat dimohon juga berpikir lebih kritis dalam menyikapi dan bersikap. Daripada saling gontok-gontokan, bukankah lebih indah untuk saling mendukung?

    Say No to ‘Drama on Internet'


    Dengan maraknya dunia internet di Indonesia, hukum pun – Cyber Law/ UU ITE – sudah mulai dirancang, bahkan diberlakukan. Seperti yang kita tahu dari kasus Prita Mulyasari, hingga Vira.

    Sebetulnya tidak salah. Internet memang benar-benar membuka dunia baru dan tanpa batas. Orang-orang yang biasanya menyimpan segala sesuatu di otak dan melupakannya begitu saja, sekarang dengan terang-terangan dapat mengemukakan pendapat mereka. Bahkan internet bisa merubah behaviour orang dari introvert, kepada extrovert, karena buah-buah pikirannya ternyata dapat diterima khalayak umum dan penghargaan pun dirasakan.

    Karena hal ini pula lah komunitas-komunitas menjamur dan dengan adanya added value dari komunitas online ini, yaitu kopi darat atau gathering, sudah mulai jelas terlihat bahwa aktivitas di dunia maya pun dapat merubah cara pandang, gaya hidup, bahkan kepribadian seseorang.

    Kakak kelas waktu SMU pernah mengemukakan sebuat kalimat yang masih menyangkut di kepala saya:
    “Peraturan itu dibutuhkan untuk me’manusia’kan manusia.”
    Saya sangat setuju dengan opini ini. Maka dari itu, saya pribadi mendukung adanya dan diaktifkannya Cyber Law di Indonesia.

    TAPI..

    Apa yang terjadi di Indonesia sekarang sedikit masih ber’drama’ (you may say,”Drama Queen/r). Hanya karena status di Facebook, orang sekarang bisa melaporkannya kepada unit Cyber Law di kepolisian dan meminta untuk ditindak lanjuti. Kasus cinta segitiga lah, selingkuh lah, pencemaran nama baik, dan mungkin masih banyak di alam sana yang kita belum ketahui. Jujur, saya tidak bisa membayangkan hal-hal menggelikan apa yang nanti akan timbul setelah ini. Let’s just be realistic. The possibilities are always there right?

    Menurut saya, masih ada hal-hal lain yang lebih patut diberikan perhatian, seperti online fraud dan – ini yang banyak terjadi: plagiarism/kegiatan plagiat.

    Secara singkat, plagiat adalah aktivitas meniru (meng-copy paste) karya original seseorang tanpa ada saduran, tanpa menyebutkan nara sumber penyedia informasi tersebut, dan yang lebih parah, mematenkannya. Betul! Musik mungkin adalah hal pertama yang terlintas di benak kita. Teman-teman pasti sudah banyak lihat band-band lokal yang divonis memplagiat hasil karya sesama musisi, baik lokal, maupun internasional.

    Namun hal ini tidak terlalu menarik perhatian saya untuk dibahas saat ini. Saya lebih tertarik dengan hasil karya intelektual selain musik, yaitu Thesis, Disertasi, Karya Ilmiah, Artikel, dan tulisan-tulisan profesional kita yang sebetulnya menjadi tolak ukur mereka dalam berkarier. Tidak semua orang hidup dari menjual barang khan? Otak juga termasuk komoditi yang bisa dieksploitasi untuk bertahan hidup.

    Hal tersebut menurut saya perlu untuk dipublikasikan secara jelas dan tepat supaya:
    1. Pemilik hak merasa dilindungi luar dan dalam;
    2. Plagiator berpikir ulang untuk melewati batas yang sudah ditentukan dan tidak ‘menyakiti’ hak orang lain.

    So, I say,”Stop being such a Drama Queen/r and do things right! NO MORE DRAMA”

    Menurut teman-teman bagaimana? Apakah ada hal-hal lain di dunia maya – yang mungkin belum terpikirkan oleh Sang Cyber Law – yang sebaiknya dibuatkan peraturannya?

    Mari berdiskusi :)

    Berikut link menuju bacaan tambahan dari Blog Depkominfo: http://bacn.me/8jf

    Thanks for reading and sharing ;)